Jumat, 09 November 2012

Kenapa Menunggu Tua..?

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuhu
Saudaraku Seiman..

Apa kabar? Semoga dalam keadaan baik dan dalam lindungan Allah SWT

Sudah menjadi budaya dan pola pikir yang memasyarakat jika melaksanakan UMROH DAN HAJI nunggu umur diatas 55 tahun atau bisa dikatakan nunggu TUA ^-^.Itu yang terjadi di Indonesia, karena kalau kita amati yang usia antara 30th s/d  50th sangat jarang sekali, dari 100 jamaah mungkin hanya ada 2 s/d 5 orang yang berusia dibawah 55th.

Ingat saudaraku seiman  bahwa UMROH dan HAJI itu sama dengan JIHAD atau ibadah pengganti JIHAD, untuk itu memang dibutuhkan kekuatan fisik yang optimal agar ibadah kita 
nilainya juga optimal. 

Hampir semua kegiatan ibadah UMROH dan HAJI memerlukan kekuatan fisik yang optimal antara lain :
1.    Melakukan thawaf (mengelilingi ka’bah sebanyak 7 putaran, kalau fisik tidak optimal maka kemungkinan besar tidak bisa menjalankannya)
2.    melakukan SA’I (Menaiki bukti shafa ke marwah sebanyak 7 kali, kalau fisik tidak optimal maka kemungkinan besar juga tidak bisa menjalankannya) .
3.    Belum lagi jika jarak hotel ke masjid yang bisa sampai diatas 2km, tentunya dibutuhkan kekuatan fisik yang optimal juga khan?
4.    Semua ibadah yang kita lakukan tidak luput dari yang namanya “BERDESAK-DESAKAN”

Intinya KEKUATAN FISIK sangatlah mendukung dalam pelaksanaan IBADAH HAJI DAN UMROH untuk itu segerakan jikalau ANDA MASIH MUDA ^-^… Setujuuuuuuuuuu khan?

Sekian & semoga membawa manfaat buat  saudaraku seiman  dan tentunya semakin mempunyai keingian  kuat untuk berangkat umroh dan haji.

wassalamualaykum warahmatullahi wabarakatuhu
abusyauqi

Sabtu, 03 November 2012

Ingin Menunaikan Ibadah Haji....

Bismillahirrahmanirrahim..
Pelajaran yang menarik dari khutbah jum'at 2 November 2012 di Masjid Shirathal Mustaqim dengan khatib Ust Darwis Abu Ubaidah yang membahas tentang keutamaan ibadah haji. Sekilas hikmah yang terkandung di dalamnya:
Haji mempunyai keistimewaan yang luar biasa. Karena Allah sendiri yang menyebutnya bahwa orang yang menjalankan ibadah haji & umroh adalah TAMU Allah. Coba kita ibaratkan jika kita orang biasa mendapat kesempatan diundang menjadi tamu presiden atau gubernur. Alangkah senangnya kita. Apalagi ini tamu Allah, sang maha segalanya. 
Menjadi tamu presiden atau gubernur masih ada perlakuan berbeda. Jika kita rakyat biasa pasti akan diberlakukan berbeda dengan pengusaha, pejabat atau artis. Tapi jika menjadi tamu Allah kita semua sama kedudukannya. Semua orang harus pakai pakaian ihram. Tawaf kita tujuh kali, walaupun presiden, jendral, orang kaya raya dll tawafnya tidak ada yang dikurangi jadi lima kali. Itulah istimewanya tamu Allah.
Di akhir khutbah singkatnya khatib memberikan cara agar kita bisa mewujudkan keinginan menjalankan ibadah haji. yaitu:
Pertama: Tanamkan niat yang kuat dalam diri kita. Yakin bahwa Allah yang mengatur semua tamu-tamunya. Tahun ini ada yang berangkat haji usia 70 tahun, bahkan yang tertua jamaah haji indonesia mencapai usia 104tahun. Subhanallah.. Tapi yang masih muda usia 15 tahun juga ada yang berangkat haji.
Kedua: Tunjukkan niat kita dengan bukti yang riil. Misalnya buka tabungan haji di bank-bank syariah. Seratus ribu atau lebih kita buka rekening cukuplah untuk mewujudkan niat kita tersebut. Ibadah haji selain butuh  fisik kuat & sehat,  kita akui bersama juga butuh biaya yang tidak murah. Untuk mendapatkan porsi haji saja kita harus memiliki uang 25 - 30 juta. Itupun masih harus antri 7 - 11 tahun. Namun sekali lagi bahwa haji adalah tamu Allah, Allah yang mengatur segalanya. Bisa saja sopir atau pembantu rumah tangga berangkat haji. Ada kisah seorang pengusaha kaya berangkat haji bersama rombongannya sejumlah 14 orang dan diantaranya 2 orang adalah pembantu rumah tangga. Maka gak usah dipikirkan setelah kita wujudkan niat Allah yang mengatur segalanya.
Ketiga : Berdoa memohon kepada Allah. Yakinlah Allah yang mengatur jalan rejeki kita. Allah Maha kaya, Allah Maha Berkehendak. Apapun bisa terjadi atas izin Allah. 
Demikian sekilas ulasan singkat khutbah jumat kemarin. Semoga Allah memudahkan kita untuk bisa menjalankan ibadah haji, Amiin.....

Abusyauqi

Keutamaan Ibadah Haji



Berikut beberapa di antaranya:



Sudah kita ketahui bersama bahwa haji adalah ibadah yang amat mulia.
Ibadah tersebut adalah bagian dari rukun Islam bagi orang yang mampu menunaikannya.
Keutamaan haji banyak disebutkan dalam Al Qur’an dan As Sunnah.



Pertama: Haji merupakan amalan yang paling afdhol.
Dari Abu Hurairah ra :
Nabi saw ditanya :  ”Amalan apa yang paling afdhol?”
Nabi saw menjawab:  ”Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya”.
Ada yang bertanya lagi:  ” Kemudian apa lagi?”
Nabi saw menjawab: ”  Jihad di jalan Allah”.
Ada yang bertanya kembali :  ” Kemudian apa lagi?”
Nabi saw menjawab :  ” Haji mabrur”   (HR. Bukhari)

Kedua: Jika ibadah haji tidak bercampur dengan dosa (syirik dan maksiat), maka balasannya adalah surga.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda:
“Dan haji mabrur tidak ada balasan yang pantas baginya selain surga.” (HR. Bukhari dan Muslim).
An Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Yang dimaksud, ‘tidak ada balasan yang pantas baginya selain surga’, bahwasanya haji mabrur tidak cukup jika pelakunya dihapuskan sebagian kesalahannya. Bahkan ia memang pantas untuk masuk surga.”
Ketiga: Haji termasuk jihad fii sabilillah (jihad di jalan Allah)
Dari ‘Aisyah ra, ia berkata:
“Wahai Rasulullah, kami memandang bahwa jihad adalah amalan yang paling afdhol. Apakah berarti kami harus berjihad?”
“Tidak. Jihad yang paling utama adalah haji mabrur”, jawab Nabi saw” (HR. Bukhari).
Keempat: Haji akan menghapuskan kesalahan dan dosa-dosa.
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa ia mendengar Nabi saw bersabda:
“Siapa yang berhaji ke Ka’bah lalu tidak berkata-kata seronok dan tidak berbuat kefasikan maka dia pulang ke negerinya sebagaimana ketika dilahirkan oleh ibunya.” (HR. Bukhari).
Kelima: Haji akan menghilangkan kefakiran dan dosa.
Dari Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah saw bersabda:
“Ikutkanlah umrah kepada haji, karena keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa-dosa sebagaimana pembakaran menghilangkan karat pada besi, emas, dan perak. Sementara tidak ada pahala bagi haji yang mabrur kecuali surga.” (HR. An Nasai, Tirmidzi, Ahmad).
Keenam: Orang yang berhaji adalah tamu Allah
Dari Ibnu ‘Umar, dari Nabi saw bersabda:
“Orang yang berperang di jalan Allah, orang yang berhaji serta berumroh adalah tamu-tamu Allah. Allah memanggil mereka, mereka pun memenuhi panggilan. Oleh karena itu, jika mereka meminta kepada Allah pasti akan Allah beri” (HR. Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Begitu luar biasa pahala dari berhaji.
Semoga kita pun termasuk orang-orang yang dimudahkan oleh Allah saw untuk menjadi tamu di rumah-NYA.
Semoga kita dapat mempersiapkan ibadah tersebut dengan kematangan, fisik yang kuat, dan rizki yang halal.
Semoga Allah swt mengaruniakan kita haji yang mabrur yang tidak ada balasan selain surga.
Aamiin,Ya Robbal al-aamiin………

Kejanggalan Jamaah Indonesia



Mereka tamu Allah atau para turis?

(Arrahmah.com) - Pesawat berjenis Boeing 747-400  telah melaju menembus gelapnya awan. Tidak terasa, sudah hampir lebih enam jam pesawat dengan konfigurasi double deck dan berkapasitas 506 tempat duduk ini berjalan. Jam menunjukkan hampir subuh. Para penumpang yang mayoritas adalah jamaah umroh ini masih terlihat pulas. Beberapa di antaranya masih terlihat mendengkur, bersaing dengan deru suara pesawat.
Tiba-tiba, seorang terdengar suara pramugari mengumumkan, tanda shalat subuh telah tiba. Seorang penumpang, berbadan tinggi besar, di dereten kursi no 27 D, berdiri dan menghadap ke belakang.
"Bapak-bapak, ibu-ibu, silahkan ambil tayammum dan kita shalat subuh berjamaah," ujarnya.
Setelah lima menit, setelah 26 penumpang di belakangnya siap, ia baru memulai menjadi imam dengan suara keras. Bahkan suara "Amin" saat ia usat membaca surah Al-Fatihah begitu keras
Meski suara makmum terdengar bergemuruh memenuhi ruang pesawat. Sebagian besar di antara mereka tetap menikmati tidur. Beberapa di antaranya ada yang tergugah dan cepat-cepat mengikuti shalat begitu mendengar suara keras "amin" dari makmum. Sebagaian, bahkan menarik selimutnya dari terpaaan Air Conditioner (AC).
Pria tinggi besar itu adalah Ahmad Rosyidin. Seorang pembimbing umroh dan haji dari Mihrob Qolbi, Jakarta, yang saat itu sedang membawa jamaah umroh sebanyak 26 orang.
Lebih 30 menit berlalu, awak kabin yang tampil wangi dan rapi (yang wanita menggunakan jilbab) datang membawa makanan. Menarik, karena tiba-tiba, jamaah yang tadi terlihat tidur pulas, tiba-tiba bangun dan memesan makanan.
Dua jam setelah awak kabin membersihkan sisa makanan dan menarik selimut, ia mengumumkan sebentar lagi, pesawat akan mendarat.
"Sebentar lagi kita akan mendarat di Bandara Cengkareng. Silahkan memasang sabuk pengaman dan menegakkan  sandaran kursi," ujarnya.
Hingga pesawat landing dengan mulus tepat pukul 08.15 pagi waktu Indonesia, banyak penumpang terlihat belum shalat subuh. Hingga akhirnya semua penumpang bersiap turun. Sebagian menyalakan handphone dan Blakcberry (BB) masing-masing.
Seorang jemaah muda, berteriak dengan kencang. "Chelsea menang 4:3," ujarnya pada kerabatnya di bangku belakang.
Rupanya, ia baru saja membuka berita dari sebuah situs online, pertandingan memperebut trofi Liga Champions antara Chelsea dengan Bayern Munich dalam drama adu penalti.
***
Bukan Semata Bisnis
Pemandangan seperti ini bukan sesuatu yang aneh bagi jamaah haji atau umroh asal Indonesia.Tak sedikit jemaah asal Indonesia tidak paham adab dan hukum-hukum memasuki tanah haram. Yang menyedihkan, banyak di antara mereka tak bisa membedakan kehadirannya di Kota Suci Makkah al Mukarramah dan Madinah  al Munawwarah karena panggilan Allah Subhanahu Wata'ala semata.
Pernah di sebuah media nasional, jamaah haji di seluruh dunia dikejutkan dengang nada dering dari handphone seorang jamaah asal Indonesia yang yang kala itu sedang thawaf. Bukan apa-apa, kala itu, nada deringnya berbunyi keras dengan nada lagu "goyang dombret" di dekat Ka'bah.
Kasus seperti ini diakui  Sholeh (bukan nama sebenarnya). Mahasiswa tahun kedua di Universitas Ummul Quro' Saudi Arabiyah ini menuturkan, dirinya kadang bersedih melihat tingkah-pola jamaah haji dan umroh asal Indonesia. Pria yang mengaku telah dua tahun menjadi pembantu pembimbing jamaah haji dan umroh ini mengeluh, karena seringnya ia mendapat pertanyaan dari warga Saudi atau warga asing yang beribadah di tanah suci tentang kejanggalan dan hal-hal yang dinilai aneh tentang warga Indonesia.
Pernah dalam perjalanan umroh di tahun 2009, dia hampir dibuat malu oleh salah satu jamaahnya, kebetulan istri seorang pejabat di Jakarta, berangkat ke Masjid Haram Makkah dengan dandanan menor.
"Dari hotel, dia sudah mengenakan pakaian (maaf) menor dan memperlihatkan lekuk-tubuhnya," ujarnya mengenang.
Hal-hal lain yang juga sering membuatnya malu dan membuat ia sering diledek warga lokal (Saudi), adalah jamaah umroh yang dengan gaya penuh menggoda saat menawar barang-barang di toko atau di di jalan sepulang dari shalat di Masjid Nabawi atau Masjidil Haram.
"Padahal, bagi warga Saudi, adalah aib besar, seorang wanita menawar dengan gaya seperti itu.Apalagi tanpa mahram."
Akibat ulah jamaah itu, ia sering dibuat malu. Sehingga orang-orang Arab dan Timur Tengah punya kesan, wanita-wanita asal Indonesia itu gampangan.
"Ya shodiq, mereka ini Tamu Allah atau plesir?", begitu seorang teman Arab nya pernah bertanya tentang perilaku jamaah asal Indonesia.
Sholeh menilai, dari pengalamannya menjadi pembantu pembimbing, dua hal yang menyebabkan itu terjadi. Pertama, banyak jamaah kurang paham tentang; adab, akhlaq, sikap dan fikih (hukum)  ketika mereka datang ke Kota Suci. Kedua, kurangnya pembimbingan yang memadai dari perusahaan pemberangkatan jamaah haji dan umroh (KBIH), tentang untuk apa dan bagaimana seharusnya datang ke Tanah Suci.
Berdasarkan pengalaman itulah, Ahmad Rosyidin dari Mihrob Qolbi mengakui, menejemen di KBIH nya sepakat dalam urusan mengantar jamaah haji dan umroh yang "tidak biasa". "Tidak biasa" yang dia maksud adalah melayani jamaah haji dan umroh tidak semata-mata bisnis, tapi ada sisi lain, yakni  berhidmat membantu jamaah mendapatkan sesuatu dalam perjalanan memenuhi panggilan Allah SWT tersebut.
"Salah satu aqad perjanjian yang kami rasakan paling berat saat menjadi pembimbing adalah pasal di mena mengatakan bahwa sah dan tidaknya ibadah jamaah itu ada di tangan pembimbing," ujar Rasyidin.
Karena itulah, Rasyidin mengaku, sejak sebelum berangkat, sampai pada perjalanan pertama hingga akhir, jamaahnya terus mendapat bimbingan dan ada evaluasi yang ketat. Khususnya menyangkut adab, tata-krama di Kota Suci hingga masalah-masalah menyangkut fikih ibadah. Bahkan yang menarik, bimbingan dan pembinaan ruhani ini terus dilakukkan, sampai jamaah pulang ke tanah air.
Ia megakui, selama beberapa kali mengantar jamaah, belum ada sikap aneh-aneh dari jamaahnya saat menjadi Tamu Allah. Menurutnya, ini terjadi karena bimbingan dan pengawasan dilakukan terus-menerus. Bukan apa-apa, hal-hal kecil sangat diperhatikan. Termasuk tentang adab dan akhlak saat masuk ke tanah suci, tentang cara berpakaian, perilaku menghadapi pedagang saat belanja dll.
Ia pernah memperhatikan kasus lucu sekaligus menyedihkan. Di mana ia mendapati seorang jamaah umroh dari KBIH tertentu yang berbisik pada temanya, jika ia masih menggunakan celana dalam saat masih menggunakan pakaian ihram. Ada juga yang lain, beberapa jamaah asal Indonesia melakukan sa'i di Sofa dan Marwah menggunakan baju biasa.
Rosyidin khawatir, kasus-kasus seperti itu akan  terus terjadi jika semua yang berkaitan dengan masalah haji dan umroh sekedar urusan bisnis. Padahal seharusnya tidak begitu.
"Kami menilai, haji dan umroh ini kan urusan dengan Allah, namanya saja mereka di sebuh sebagai tamu Allah. Karena itu, seharusnya, urusan haji dan umroh  tidak semata-mata hanya urusan bisnis, tapi ada faktor lain, yakni, ibadah. Yakni, bagaimana bisa beramal untuk mengantar orang memenuhi panggilan Allah secara sempurna agar ketika pulang, ibadahnya benar-benar mabrul dan makbul," tambah Rasyidin yang mengaku pernah menjadi "ajudan" dai kondang, KH Abdullah Gymnastiar atau akrab dipanggil Aa Gym ini.
Sebut saja Abdul Rasyid (54),  seorang pejabat di seuah institusi pemerintahan di Jakarta mengakutelah puluhan kali haji (apalagi umroh). Selama itu pula, ia sering berganti KBHI dan pembimbing haji.
Dari pengalamannya itu, mantan aktivis masjid kampus ini mengakui, sedikit perusahaan jasa penyelenggara haji dan umroh yang secara ketat mengawasi dan melayani jamaahnya dalam urusan ibadah. Umumnya, begitu tiba di Tanah Suci, pihak pembimbing melepas begitu saja jamaahnya, seolah-olah mereka itu sudah paham semua.
"Saya menemui seorang yang ketika hampir pulang, dia tidak bisa membedakan mana Raudah dan makam Nabi," ujarnya saat saya temui di sebuah hotel di depan Majidil Haram.
Ada pula yang menurutnya sudah umum terjadi, baik jamaah haji atau umroh. Jika sudah pulang dan berada di Bandara Jeddah, semua perilaku dan dandanan aslinya tatkala di Tanah Air, muncul kembali.Seolah mereka lupa baru saja menghadap Allah.
"Kalau sudah di Bandara, bisa kita lihat tuh gaya aslinya. Tadinya rapi menutup aurat, langsung tampil seronok kembali. Bahkan tadinya khusu' di masjid, belum satu hari, di  pesawat saja sudah tidak sholat."
Karenanya, Abdul Rasyid menyarankan para calon jamaah memilihi KBIH dan pembimbing yang benar. Bukan apa-apa, alangkah sia-sia nya mengeluarkan uang, tetapi sesungguhnya ibadah kita belum tentu di terima.
"Kasihan kan, sudah keluar uang banyak, taunya ibadahnya banyak yang batal alias tidak diterima. Udah gitu, kita ke sono (Tanah Suci) kan menghadiri undangan Allah. Rugi jika kehadiran kita justru hanya sekedar plesir, gak dapat apa-apa," ujarnya.*
Ahmad Sunan[Alhamdulillah beberapa kali ditakdirkan bisa menjadi tamu Allah di Tanah Suci]

Kamis, 18 Oktober 2012

Kesalahan Kesalahan Seputar Haji


Kesalahan ketika ihram

  1. Melewati miqot tanpa berihram seperti yang dilakukan oleh sebagian jamaah haji Indonesia dan baru berihram ketika di Jeddah.
  2. Keyakinan bahwa disebut ihram jika telah mengenakan kain ihram. Padahal sebenarnya ihram adalah berniat dalam hati untuk masuk melakukan manasik.
  3. Wanita yang dalam keadaan haidh atau nifas meninggalkan ihram karena menganggap ihram itu harus suci terlebih dahulu. Padahal itu keliru. Yang tepat, wanita haidh atau nifas  boleh berihram dan melakukan manasik haji lainnya selain thawaf. Setelah ia suci barulah ia berthawaf tanpa harus keluar menuju Tan’im atau miqot untuk memulai ihram karena tadi sejak awal ia sudah berihram.
Kesalahan dalam thawaf
  1. Membaca doa khusus yang berbeda pada setiap putaran thawaf dan membacanya secara berjamaah dengan dipimpin oleh seorang pemandu. Ini jelas amalan yang tidak pernah diajarkan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  2. Melakukan thawaf di dalam Hijr Isma’il. Padahal thawaf harus dilakukan di luar Ka’bah, sedangkan Hijr Isma’il itu berada dalam Ka’bah.
  3. Melakukan roml pada semua putaran. Padahal roml hanya ada pada tiga putaran pertama dan hanya ada pada thawaf qudum dan thawaf umrah.
  4. Menyakiti orang lain dengan saling mendorong dan desak-desakan ketika mencium hajar Aswad. Padahal menyium hajar Aswad itu sunnah (bukan wajib) dan bukan termasuk syarat thawaf.
  5. Mencium setiap pojok atau rukun Ka’bah. Padahal yang diperintahkan untuk dicium atau disentuh hanyalah hajar Aswad dan rukun Yamani.
  6. Berdesak-desakkan untuk shalat di belakang makam Ibrahim setelah thawaf. Padahal jika berdesak-desakkan boleh saja melaksanakan shalat di tempat mana saja di Masjidil Haram.
  7. Sebagian wanita berdesak-desakkan dengan laki-laki agar bisa mencium hajar Aswad. Padahal ini adalah suatu kerusakan dan dapat menimbulkan fitnah.
Kesalahan ketika sa’i
  1. Sebagian orang ada yang meyakini bahwa sa’i tidaklah sempurna sampai naik ke puncak bukit Shafa atau Marwah. Padahal cukup naik ke bukitnya saja, sudah dibolehkan.
  2. Ada yang melakukan sa’i sebanyak 14 kali putaran. Padahal jalan dari Shafa ke Marwah disebut satu putaran dan jalan dari Marwah ke Shafa adalah putaran kedua. Dan sa’i akan berakhir di Marwah.
  3. Ketika naik ke bukit Shafa dan Marwah sambil bertakbir seperti ketika shalat. Padahal yang disunnahkan adalah berdoa dengan memuji Allah dan bertakbir sambil menghadap kiblat.
  4. Shalat dua raka’at setelah sa’i. Padahal seperti ini tidak diajarkan dalam Islam.
  5. Tetap melanjutkan sa’i ketika shalat ditegakkan. Padahal seharusnya yang dilakukan adalah melaksanakan shalat jama’ah terlebih dahulu.
Kesalahan di Arafah
  1. Sebagian jamaah haji tidak memperhatikan batasan daerah Arafah sehingga ia pun wukuf di luar Arafah.
  2. Sebagian jamaah keluar dari Arafah sebelum matahari tenggelam. Yang wajib bagi yang wukuf sejak siang hari, ia diam di daerah Arafah sampai matahari tenggelam, ini wajib. Jika keluar sebelum matahari tenggelam, maka ada kewajiban menunaikan dam karena tidak melakukan yang wajib.
  3. Berdesak-desakkan menaiki bukit di Arafah yang disebut Jabal Rahmah dan menganggap wukuf di sana lebih afdhol. Padahal tidaklah demikian. Apalagi mengkhususkan shalat di bukit tersebut, juga tidak ada dalam ajaran Islam.
  4. Menghadap Jabal Rahmah ketika berdo’a. Padahal yang sesuai sunnah adalah menghadap kiblat.
  5. Berusaha mengumpulkan batu atau pasir di Arafah di tempat-tempat tertentu. Seperti ini adalah amalan bid’ah yang tidak pernah diajarkan.
  6. Berdesak-desakkan dan sambil mendorong ketika keluar dari Arafah.
Kesalahan di Muzdalifah
  1. Mengumpulkan batu untuk melempar jumroh ketika sampai di Muzdalifah sebelum melaksanakan shalat Maghrib dan Isya’. Dan diyakini hal ini adalah suatu anjuran.  Padahal mengumpulkan batu boleh ketika perjalanan dari Muzdalifah ke Mina, bahkan boleh mengumpulkan di tempat mana saja di tanah Haram.
  2. Sebagian jama’ah haji keluar dari Muzdalifah sebelum pertengahan malam. Seperti ini tidak disebutmabit. Padahal yang diberi keringanan keluar dari Muzdalifah adalah orang-orang yang lemah dan itu hanya dibolehkan keluar setelah pertengahan malam. Siapa yang keluar dari Muzdalifah sebelum pertengahan malam tanpa adanya uzur, maka ia telah meninggalkan yang wajib.
Kesalahan ketika melempar jumroh
  1. Saling berdesak-desakkan ketika melempar jumroh. Padahal untuk saat ini lempar jumroh akan semakin mudah karena kita dapat memilih melempar dari lantai dua atau tiga sehingga tidak perlu berdesak-desakkan.
  2. Melempar jumroh sekaligus dengan tujuh batu. Yang benar adalah melempar jumroh sebanyak tujuh kali, setiap kali lemparan membaca takbir “Allahu akbar”.
  3. Di pertengahan melempar jumroh, sebagian jama’ah meyakini bahwa ia melempar setan. Karena meyakini demikian sampai-sampai ada yang melempar jumroh dengan batu besar bahkan dengan sendal. Padahal maksud melempar jumroh adalah untuk menegakkan dzikir pada Allah, sama halnya dengan thawaf dan sa’i.
  4. Mewakilkan melempar jumroh pada yang lain karena khawatir dan merasa berat jika mesti berdesak-desakkan. Yang benar, tidak boleh mewakilkan melempar jumroh kecuali jika dalam keadaan tidak mampu seperti sakit.
  5. Sebagian jama’ah haji dan biasa ditemukan adalah jama’ah haji Indonesia, ada yang melempar jumrah di tengah malam pada hari-hari tasyrik bahkan dijamak untuk dua hari sekaligus (hari ke-11 dan hari ke-12).
  6. Pada hari tasyrik, memulai melempar jumroh aqobah, lalu wustho, kemudian ula. Padahal seharusnya dimulai dari ula, wustho lalu aqobah.
  7. Lemparan jumroh tidak mengarah ke jumroh dan tidak jatuh ke kolam. Seperti ini mesti diulang.
Kesalahan di Mina
  1. Melakukan thawaf wada’ dahulu lalu melempar jumrah, kemudian meninggalkan Makkah. Padahal seharusnya thawaf wada menjadi amalan terkahir manasik haji.
  2. Menyangka bahwa yang dimaksud barangsiapa yang terburu-buru maka hanya dua hari yang ia ambil untuk melempar jumrah yaitu hari ke-10 dan ke-11. Padahal itu keliru.  Yang benar, yang dimaksud dua hari adalah hari ke-11 dan ke-12. Jadi yang terburu-buru untuk pulang pada hari ke-12 lalu ia ia melempar tiga jumrah setelah matahari tergelincir dan sebelum matahari tenggelam, maka tidak ada dosa untuknya.
Kesalahan ketika Thawaf Wada’
  1. Setelah melakukan thawaf wada’, ada yang masih berlama-lama di Makkah bahkan satu atau dua hari. Padahal thawaf wada’ adalah akhir amalan dan tidak terlalu lama dari meninggalkan Makkah kecuali jika ada uzur seperti diharuskan menunggu teman.
  2. Berjalan mundur dari Ka’bah ketika selesai melaksanakan thawaf wada’ dan diyakini hal ini dianjurkan. Padahal amalan ini termasuk bid’ah.
Demikian beberapa penjelasan haji yang bisa kami ulas dalam tulisan yang sederhana ini.
Wallahu Ta’ala a’lam. Walhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.

Selesai disusun di Ummul Hamam, Riyadh KSA
5 Dzulhijjah 1432 H (1 hari sebelum safar ke Mina)
Referensi Kitab
  1. Al Hajj Al Muyassar, Sholeh bin Muhammad bin Ibrahim As Sulthon, terbitan Maktabah Al Malik Fahd Al Wathoniyah, cetakan keempat, 1430 H.
  2. Al Majmu’, Yahya bin Syarf An Nawawi, sumber dari Mawqi’ Ya’sub (nomor halaman sesuai cetakan).
  3. Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, terbitan Kementrian Agama dan Urusan Islam Kuwait.
  4. Al Minhaj li Muriidil Hajj wal ‘Umroh, Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin, terbitan Muassasah Al Amiyah Al ‘Anud.
  5. Al Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al Hajjaj, Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan Dar Ihya’ At Turots Al ‘Arobi-Beirut, cetakan kedua, 1392 H.
  6. Al Mughni, Ibnu Qudamah Al Maqdisi, terbitan Darul Fikr-Beirut, cetakan pertama, 1405 H.
  7. An Nawazil fil Hajj, ‘Ali bin Nashir Asy Syal’an, terbitan Darut Tauhid, cetakan pertama, 1431 H.
  8. Ar Rofiq fii Rihlatil Hajj, Majalah Al Bayan, terbitan 1429 H.
  9. Fiqhus Sunnah, Sayid Sabiq, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan ketiga, 1430 H.
  10. Mursyid Al Mu’tamir wal Haaj waz Zaair fii Dhouil Kitab was Sunnah, Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al Qohthoni, terbitan Maktabah Al Malik Fahd Al Wathoniyah, cetakan ketiga, 1418 H.
  11. Tafsir Al Jalalain, Jalaluddin Al Mahalli dan Jalaluddin As Suyuthi, terbitan Darus Salam, cetakan kedua, 1422 H.
  12. Taisirul Fiqh, Prof. Dr. Sholeh bin Ghonim As Sadlan, terbitan Dar Blansia, cetakan pertama, 1424 H.
  13. Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik Kamal bin As Sayid Saalim, terbitan Maktabah At Taufiqiyah.
  14. Shifatul Hajj wal ‘Umrah, terbitan bagi pengurusan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, cetakan keduabelas, 1432 H.
  15. Syarhul Mumthi’ ‘ala Zaadil Mustaqni’, Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan pertama, 1424 H.
Referensi Buku Indonesia
  1. Meneladani Manasik Haji dan Umrah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Mubarak bin Mahfudh Bamuallim, Lc, terbitan Pustaka Imam Asy Syafi’i, cetakan ketiga, 1429 H.
Referensi Mawqi’
  1. Mawqi’ Islam Web:
  1. Mawqi’ resmi Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz : http://www.binbaz.org.sa/mat/3737
  2. Mawqi’ Dorar.net:
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id

Rabu, 17 Oktober 2012

Amalan- Amalan Haji


Setelah berihram, lalu melakukan thawaf qudum bagi yang berhaji ifrod dan qiron. Sedangkan bagi yang berhaji tamattu’, setelah berihram, ia melakukan thawaf umrah dan sa’i umrah, kemudian tahallul dan boleh melakukan larangan-larangan ihram. Sampai datang tanggal 8 Dzulhijjah (hari tarwiyah) barulah melakukan amalan-amalan berikut.

Tanggal 8 Dzulhijjah (Hari Tarwiyah)

  1. Pada waktu Dhuha, jamaah haji berihram dari tempat tinggalnya dengan niat akan melaksanakan ibadah haji, ini bagi yang berniat haji tamattu’.  Sedangkan bagi yang berniat haji ifrad dan qiron, ia tetap berihram dari awal.
  2. Setelah berihram, wajib menjauhi segala larangan ihram.
  3. Memperbanyak talbiyah.
  4. Bertolak menuju Mina sambil bertalbiyah.
  5. Melaksanakan shalat Zhuhur, ‘Ashar, Maghrib, ‘Isya’ dan Shubuh di Mina. Shalat-shalat tersebut dikerjakan di waktunya masing-masing (tanpa dijamak) dan shalat empat raka’at (Zhuhur, Ashar dan Maghrib) diqoshor.
  6. Mabit (bermalam) di Mina dan hukumnya sunnah.
  7. Memperbanyak dzikir kala itu seperti dzikir pagi dan petang, juga dzikir lainnya.

Tanggal 9 Dzulhijjah (Hari Arafah)

  1. Sesudah shalat Shubuh di Mina dan setelah matahari terbit, bertolak menuju Arafah sambil bertalbiyah dan bertakbir.
  2. Pada hari Arafah, yang disunnahkan bagi jama’ah haji adalah tidak berpuasa sebagaimana contoh dari Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  3. Jika memungkinkan, sebelum wukuf di Arafah, turun sebentar di masjid Namirah hingga masuk waktu Zhuhur.
  4. Jika memungkinkan, mendengarkan khutbah di masjid Namirah, lalu mengerjakan shalat Zhuhur dan Ashar dengan jamak taqdim dan diqashar dengan satu adzan dan dua iqamah.
  5. Setelah shalat Zhuhur, memasuki padang Arafah untuk melaksanakan wukuf.
  6. Ketika wukuf, berupaya semaksimal mungkin untuk berkonsentrasi dalam do’a, dzikir dan merendahkan diri kepada Allah.
  7. Menghadap ke arah kiblat ketika berdo’a sambil mengangkat kedua tangan dengan penuh kekhusyu’an.
  8. Saat wukuf, memperbanyak bacaan “Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku walahul hamdu wa huwa ‘ala kulli sya-in qodiir” dan bacaan shalawat.
  9. Tidak keluar meninggalkan Arafah kecuali setelah matahari tenggelam.
  10. Setelah matahari terbenam, bertolak menuju Muzdalifah dengan penuh ketenangan.
  11. Sampai di Muzdalifah, lakukan terlebih dahulu shalat Maghrib dan Isya’ dengan dijamak dan diqashar (shalat Maghrib 3 rakaat, sedangkan shalat Isya’ 2 raka’at) dengan satu adzan dan dua iqamah.
  12. Mabit di Muzdalifah dilakukan hingga terbit fajar. Adapun bagi kaum lemah dan para wanita dibolehkan untuk berangkat ke Mina setelah pertengahan malam.

Tanggal 10 Dzulhijjah (Hari Nahr atau Idul Adha)

  1. Para jamaah haji harus shalat Shubuh di Muzdalifah, kecuali kaum lemah dan para wanita yang telah bertolak dari Muzdalifah setelah pertengahan malam.
  2. Setelah shalat Shubuh, menghadap ke arah kiblat, memuji Allah, bertakbir, bertahlil, serta  berdo’a kepada Allah hingga langit kelihatan terang benderang.
  3. Berangkat menuju Mina sebelum matahari terbit dengan penuh ketenangan sambil bertalbiyah/ bertakbir.
  4. Ketika tiba di lembah Muhasir, langkah dipercepat bila memungkinkan.
  5. Menyiapkan batu untuk melempar jumroh yang diambil dari Muzdalifah atau dari Mina.
  6. Melempar jumroh ‘aqobah dengan tujuh batu kecil sambil membaca “Allahu Akbar” pada setiap lemparan.
  7. Setelah melempar jumroh ‘Aqobah berhenti bertalbiyah.
  8. Bagi yang berhaji tamattu’ dan qiran, menyembelih hadyu setelah itu. Yang tidak mampu menyembelih hadyu, maka diwajibkan berpuasa selama 10 hari: 3 hari pada masa haji dan 7 hari setelah kembali ke kampung halaman. Puasa pada tiga hari saat masa haji boleh dilakukan pada hari-hari tasyrik (11, 12, dan 13 Dzulhijjah).
  9. Mencukur rambut atau memendekkannya. Namun mencukur (gundul) itu lebih utama. Bagi wanita, cukup menggunting rambutnya sepanjang satu ruas jari.
  10. Jika telah melempar jumroh dan mencukur rambut, maka berarti telah tahallul awwal. Ketika itu, halal segala larangan ihram kecuali yang berkaitan dengan wanita. Setelah tahallul awwal boleh memakai pakaian bebas.
  11. Menuju Makkah dan melaksanakan thawaf ifadhoh.
  12. Melaksanakan sa’i haji antara Shafa dan Marwah bagi haji tamattu’ dan bagi haji qiron dan ifrod yang belum melaksanakan sa’i haji. Namun jika sa’i haji telah dilaksanakan setelah thawaf qudum, maka tidak perlu lagi melakukan sa’i setelah thawaf ifadhoh.
  13. Dengan selesai thawaf ifadhoh berarti telah bertahallul secara sempurna (tahalluts tsani) dan dibolehkan melaksanakan segala larangan ihram termasuk jima’ (hubungan intim dengan istri).

Tanggal 11 Dzulhijjah (Hari Tasyrik)

  1. Mabit di Mina pada sebagian besar malam.
  2. Menjaga shalat lima waktu dengan diqashar (bagi shalat yang empat raka’at) dan dikerjakan di waktunya masing-masing (tanpa dijamak).
  3. Memperbanyak takbir pada setiap kondisi dan waktu.
  4. Melempar jumroh yang tiga setelah matahari tergelincir, mulai dari jumroh ula (shugro), jumroh wustho, dan jumroh kubro (aqobah).
  5. Melempar setiap jumroh dengan tujuh batu kecil sambil membaca “Allahu Akbar” pada setiap lemparan.
  6. Termasuk yang disunnahkan ketika melempar adalah menjadikan posisi Makkah berada di sebelah kiri dan Mina di sebelah kanan.
  7. Setelah melempar jumroh ula dan wustho disunnahkan untuk berdoa dengan menghadap ke arah kiblat. Namun, setelah melempar jumroh aqobah tidak disunnahkan untuk berdo’a.
  8. Mabit di Mina.

Tanggal 12 Dzulhijjah (Hari Tasyrik)

  1. Melakukan amalan seperti hari ke-11.
  2. Jika selesai melempar ketiga jumroh lalu ingin pulang ke negerinya, maka dibolehkan, namun harus keluar Mina sebelum matahari tenggelam. Kemudian setelah itu melakukan thawaf wada’. Keluar dari Mina pada tanggal 12 Dzulhijjah disebut nafar awwal.
  3. Bagi yang ingin menetap sampai tanggal 13 Dzulhijjah, berarti di malamnya ia melakukan mabit seperti hari sebelumnya.

Tanggal 13 Dzulhijjah (Hari Tasyrik)

  1. Melakukan amalan seperti hari ke-11 dan ke-12.
  2. Setelah melempar jumroh sesudah matahari tergelincir, kemudian bertolak meninggalkan Mina. Ini dinamakan nafar tsani.
  3. Jika hendak kembali ke negeri asal, maka lakukanlah thawaf wada’ untuk meninggalkan Baitullah. Bagi wanita haidh dan nifas, mereka diberi keringanan tidak melakukan thawaf wada’. Thawaf wada’ adalah manasik terakhir setelah manasik lainnya selesai. (Sebagian besar diambil dari Meneladani Manasik Haji dan Umrah, 131-144)


Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id

Tentang Miqot


MIQOT

  1. Miqot zamaniyah yaitu bulan-bulan haji, mulai dari bulan Syawwal, Dzulqo’dah, dan Dzulhijjah.
  2. Miqot makaniyah yaitu tempat mulai berihram bagi yang punya niatan haji atau umroh. Ada lima tempat: (1) Dzulhulaifah (Bir ‘Ali), miqot penduduk Madinah  (2) Al Juhfah, miqot penduduk Syam, (3) Qornul Manazil (As Sailul Kabiir), miqot penduduk Najed, (4) Yalamlam (As Sa’diyah), miqot penduduk Yaman, (5) Dzat ‘Irqin (Adh Dhoribah), miqot pendudk Irak. Itulah miqot bagi penduduk daerah tersebut dan yang melewati miqot itu.
Catatan:
  1. Penduduk Makkah yang ingin berihram haji atau umrah, maka hendaklah ia ke tanah halal, yaitu di luar tanah haram dari arah mana saja.
  2. Tidak boleh bagi seseorang yang berhaji atau berumroh melewati miqot tanpa ihram. Jika melewatinya tanpa ihram, maka wajib kembali ke miqot untuk berihram. Jika tidak kembali, maka wajib baginya menunaikan dam (fidyah), namun haji dan umrahnya sah. Jika ia berihram sebelum miqot, maka haji dan umrahnya sah, namun dinilai makruh.

Miqot dari Jeddah

Sebagian jama’ah haji dari negeri kita, meyakini bahwa Jeddah adalah tempat awal ihram. Mereka belumlah berniat ihram ketika di pesawat saat melewati miqot. Padahal Jeddah sudah ada sejak masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun beliau tidak menetapkannya sebagai miqot. Inilah pendapat mayoritas ulama yang menganggap Jeddah bukanlah miqot.  Ditambah lagi jika dari Indonesia yang berada di timur Saudi Arabia, berarti akan melewati miqot terlebih dahulu sebelum masuk Jeddah, bisa jadi mereka melewati Qornul Manazil, Dzat ‘Irqin atau Yalamlam. Dalil penguat bahwa yang melewati daerah miqot, maka harus berihram dari tempat tersebut dan tidak boleh melampauinya adalah hadits,
هُنَّ لَهُنَّ وَلِمَنْ أَتَى عَلَيْهِنَّ مِنْ غَيْرِهِنَّ ، مِمَّنْ أَرَادَ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ ، وَمَنْ كَانَ دُونَ ذَلِكَ فَمِنْ حَيْثُ أَنْشَأَ ، حَتَّى أَهْلُ مَكَّةَ مِنْ مَكَّةَ
Itulah ketentuan masing-masing bagi setiap penduduk negeri-negeri tersebut dan juga bagi mereka yang bukan penduduk negeri-negeri tersebut jika hendak melakukan ibadah haji dan umroh. Sedangkan mereka yang berada di dalam batasan miqot, maka dia memulai dari kediamannya, dan bagi penduduk Mekkah, mereka memulainya dari di Mekkah.” (HR. Bukhari no. 1524 dan Muslim no. 1181) (Lihat An Nawazil fil Hajj, 116-138 dan bahasan dorar.net).