Rabu, 02 Januari 2013

Harapan & Panggilan

Namanya Sukerti bin Saiman, dari Lombok Utara. bahwa desanya adalah salah satu desa yang paling tertinggal baik dari sisi pembangunan maupun ekonomi sosial. Di desa yang paling tertinggal ini, Pak Sukerti, menurutnya, adalah penduduk paling miskin di antara 300 kepala keluarga. Dia hanya petani lahan kering, bertanam jagung, diselingi kacang atau yang lain. Tetapi ia TAK PERNAH PUTUS HARAPAN, SEKALIGUS TIDAK PERNAH MEMUTUS HARAPAN ORANG LAIN YANG DATANG PADANYA.

Baik mereka mau pinjam uang atau mau pinjam beras padanya, walau itu beras hanya cukup untuk 1 minggu, ia selalu bilang ke istrinya, masih ada esok bu…………hari ini biarlah hari ini, esok Allah pasti menyiapkan rejeki untuk kita. Yang penting…………………lanjutnya hidup ini harus bermanfaat untuk orang lain, bagi kita bu………..malam sudah tahajud, doa, maksurot pagi dan sore ditambah sholat dhuha……selanjutnya biarlah Allah yang mengatur hidup kita. 

Pada diri sukerti Tak ada dalam bayangannya untuk bepergian jauh, yang harus mengeluarkan dana dan bekal besar. Tapi hari ini, di sini lah Pak Sukerti, menunaikan Thawaf dan Sai. Bersama jutaan manusia dari seluruh dunia, menunaikan ibadah haji. Bertasbih, bertahmid, bertakbir, memuja sang Ilahi.

Tak ada nalar yang bisa dibangun untuk mencerna ini. Sukerti bin Saiman mencatat sejarah sebagai orang pertama yang menunaikan rukun Islam kelima dari kampungnya. Tak ada orang yang percaya, tapi Allah sudah menciptakan sebab untuknya.

Dari Bandung, beberapa orang tunanetra juga menunaikan ibadah yang sama. Saling tuntun, saling jaga. Terbang dari tempat yang sungguh jauh, tak melihat terang, tapi di saat yang sama justru dilimpahi cahaya-Nya, insya Allah. Satu di antara mereka adalah Pak Hepi. Sejak mengayunkan langkah pertama kakinya dari pintu rumah, dia sudah membisikkan doa yang penuh pasrah dan iba. “Ya Allah, tak seperti para hujjaj yang lain, aku tak bisa melihat rumah-Mu yang Agung. Padahal sungguh aku ingin melihatnya. Aku hanya mampu melihat dengan cara meraba. Maka izinkan aku menyentuh dan meraba bangunan-Mu yang mulia,” demikian doa Pak Hepi.

Maka disinilah dia. Terseret-seret oleh gelombang manusia yang berthawaf dengan Kabah sebagai pusarannya. Terjungkal-jungkal, terdorong-dorong oleh kekuatan manusia yang bergulung-gulung besarnya. Terjatuh-jatuh, dua kali Pak Hepi tak berkuasa mengendalikan diri. Tapi ketika terbangun, tangannya telah meraba dinding Kabah. Subhanallah, Maha Suci Allah yang jika telah menghendaki sesuatu terjadi, maka dengan berbagai alasan akan terjadi. Tak ada sesuatu bisa menghalangi, meski alasan-alasan dan sebab sebagai syarat terjadinya sesuatu tak cukup terpenuhi dalam ukuran akal manusia yang lemah ini.

Pak Sukerti, Pak Hepi, termasuk saya adalah satu di antara ratusan orang lain dari seluruh dunia yang menunaikan ibadah haji atas undangan Rabitha Alam Islami. Satu dari sekian sebab yang dijadikan Allah untuk mengantar sesuatu bisa terjadi. Dia, Allah yang Maha Memiliki, tak pernah kehilangan alasan untuk menciptakan sebab-sebab kejadian. Dia tak pernah kehabisan cara untuk mewujudkan peristiwa-peristiwa dalam kehidupan manusia. Dan Dia, Allah yang Maha Kuasa, sungguh Maha Mampu menciptakan kausalitas yang tak pernah terbayang oleh manusia.

Maka, jangan pernah hilang harapan. Apapun asa dan hajat kita. Dan jika Dia mampu membuat sesuatu terjadi, beyond reason, maka Dia juga mampu menghentikan apapun yang terjadi juga beyond reason. Berdoalah, dan jangan pernah berputus asa dari rahmat Allah SWT. Dengan izin-Nya, dengan kuasa-Nya, Dia mampu mengantar kita untuk datang kerumah-Nya yang agung dan beruluk salam langsung di pusara baginda Rasul.

Pertanyaanya bukan tentang seberapa besar kemampuan kita, tapi tentang seberapa tinggi kemauan hati ini. Sehingga menggerakkan makhluk langit untuk berdoa dan membantu meringankan semua. Labaik ya Allah, kami akan datang memenuhi panggilan-Mu….